Rumah Lansia & Anak
Januari 27, 2022
Hari ini merupakan
suatu perjanjian yang kerap terlupakan. Akhir tahun lalu, aku tiba di desa
Mulyorejo, di sini aku memulai kembali hidupku, tidak lagi menjadi mahasiswa
namun, tetap menjadi fakir ilmu yang menimba ilmu di tanah ini. Setelah melalui
beberapa waktu yang cukup membuat ku jenuh, bosan dan ingin kembali ke tanah
Maluku Utara, akhirnya aku dapat melewati semua itu, dan sampailah aku pada
hari ini.
***
Ketika aku terbangun, mentari
menyambutku dengan terik yang terlihat semangat yang hangat. Aku pun teringat
akan janji ku mengunjungi sebuah sanggar yang dimana merupakan tempat para social helper memberi uluran tangannya
pada kaum yang membutuhkan. Beberapa waktu silam, aku di hubungi oleh seorang
teman yang belum pernah ku tahu bagaimana rupanya. Ia merupakan salah seorang
saudara dari Kak Apoel di tanah rantau
ini, yang bergelut di bidang seni, literasi dan relawan bencana. Kak Apoel yang
begitu dekat dengan ku sebagai pegiat literasi, memahami akan kondisi
psikologis ku di sini. Mulai dari perbedaan aktivitas dan suasana baru yang
jauh berbeda dari kota Ternate, tempat ku berproses selama menjadi Mahasiswa.
Ketika selesai menyiapkan beberapa
hal, aku mengendarai sepeda menuju office
kembaga tempat kursus ku. Setelah berbincang dengan tutor serta penanggung
jawab lembaga, aku pun diberi dua buah buku untuk program selanjutnya yang akan
di mulai pada besok hari. Aku pun berpamitan untuk melanjutkan aktivitas ku.
Aku kembali melihat beranda
smartphone, aku pun memasuki aplikasi chat
yang biasa di gunakan yakni: WhatsApp.
Pesan dari Vero kembali menyapa ku, ia mengirim lokasi tempat rumah RANSEBA dan
Rumah Lansia. Aku kembali mengayuh sepeda menuju ke lokasi yang di tunjukkan
oleh maps smartphone ku.
Kurang lebih 15 menit, aku pun
sampai di tempat tersebut. Beberapa mural telah menyambut setiap orang yang
datang berkunjung, Vero telah menantikan kedatangan ku di depan rumah Lansia
dan Anak. Ketika mentaap ke Vero ia tersenyum dan menyambut ku, serta
mempersilahkan memasuki arena tempat parkir kendaraan. Aku dan Vero berjalanan
beriringan melewati tempat yang terlihat sebagai kamar-kamar para lansia yang
di hiasi aneka mural, beberapa dari mereka sedang menonton televise, ada yang
sedang beristirahat dan beberapa sedang berbincang dengan para relawan.
Ketika tiba di depan Mushola, aku
dan Vero di sambut oleh keluarganya yang masyaAllah baiknya, seperti yang telah
mereka buktikan dengan kepedulian dalam wujud mengumpulkan para lansia untuk di
rawat tanpa pamrih dengan ikhlas. Tak banyak orang di dunia ini yang memiliki
kepedulian seperti jiwa keluarga ini. Namun, aku selalu yakin masih ada
orang-orang baik seperti mereka, yang memperlakukan orang lain, layaknya ingin
di perlakukan. Aku sealalu merasa hidup, waras dan aman, ketika menjumpai tempat-tempat
seperti ini. Entah mengapa jiwa ku lebih terasa hidup menjadi social helper di bandingkan limpahan
kesenangan yang mungkin dapat ku jumpai pada banyak tempat di kota.
***
Ketika memasuki waktu sholat dzuhur,
Vero pamit untuk melaksanakan ibadah, aku yang sedang mengalami masa menstruasi
tetap duduk di pondok yang di hiasa buku-buku yang di hibahkan oleh para
relawan. Ketika menunggu Vero, aku membaca lembar demi lembar, buku dari
seorang penulis yang amat di gemari banyak perempuan, yakni Asma Nadia.
Beberapa karya sastra murni dari Asma Nadia, kerap ku nikmati dengan khusyuk,
pun film yang di adaptasi dari novelnya.
Ketika usai melaksanakan sholat
dzuhur, Vero mulai menceritakan perjalanan sanggar Ranseba di gagas,Kak Apoel
bersama teman-temannya membuka sanggar, tidak hanya untuk anak sekolah,
cakupannya lebih luas, beberapa anak-anak Punk pun diajak untuk mengasah bakat
mereka, mulai dari seni musik, gambar hingga seni teater dan puisi. Di sini,
anak-anak di latih untuk merefleksikan hari-hari besar seperti peringatan
kelahiran Gus Dur yang diberi nama “Halo Gus Dur”, bulan bahasa dan hari
nasional lainnya.
Aku dan Vero terus berbagi tentang
aktivitas ku di kota Ternate nun jauh di sana, Vero pun menceritakan ketika ia
bersama relawan lainnya membantu korban bencana alam, yang terakhir di bantu
ialah korban bencana Gunung Semeru. Vero
pun menyajikan makan siang untuk ku, tanpa ku ketahui, ternyata ia sedang
berpuasa di hari senin yang mulia ini. Oh Tuhan, tapi ia tetap melayani semua
kebutuhan makan dan minum para lansia dan membantu mereka ketika membutuhkan
sesuatu.
Berangkat dari nilai kemanusiaan,
Vero dan juga keluarganya, merasa terpanggil untuk membantu para lansia ini.
Mereka yang tak punya keluarga, pun di abaikan oleh keluarga, mereka mengajak
ke rumah Lansia dan Anak ini untuk merawat dan mengasuh dengan sepenuh hati.
Saat ini jumlah lansia di Rumah Lansia dan Anak ini berjumlah 9 orang, dengan
kamar masing-masing yang di beri sekat agar mereka nyaman dengan privasi
masing-masing, Vero memaparkan. Saat ini beberapa relawan lainnya sedang
menjemput lansia yang berasal dari Bali untuk di bawa ke Rumah Lansia ini. Aku
pun terkesima dan merasa betapa beruntungnya aku bertemu orang-orang baik di
tempat ini. Semoga Tuhan membalas segala niat, perlakuan dan doa-doa mereka.
Aamiin.
Ketika menatap ke arah sebelah
kanan, aku melihat bangunan serupa kamar lansia yang belum di huni, Vero
kembali menjelaskan, bahwa itu merupakan kamar-kamar yang di persiapkan untuk
para lansia kelak, pun yang sedang di jemput dari Bali saat ini. Aku pun
terharu, entah bagaimana Tuhan membalas semua niat baik dan tenaga dan waktu
yang di curahkan untuk membantu para lansia tanpa keluarga ini. Dengan wajah
yang berbinar-binar, Vero meminta ku menceritakan tentang keseruan belajar
dengan anak-anak pesisir pantai Kastela. Aku melihat sorot matanya yang begitu
mengagumi apa yang ku ceritakan, ia terpana dengan cerita tentang laut dan
keseruan kami belajar di pantai yang dapat dengan leluasa menatap hamparan laut
yang biru.
Ketika waktu melaju menjemput malam,
aku memilih untuk melanjutkan melahap isi buku yang menarik perhatianku sejak
tadi. Vero pun kembali terlelap dan terbangun ketika adzan ashar mulai di
kumandangkan. Ibu Vero memberi ku beberapa kue hasil buatannya, ia bertutur
tentang kelihaiannya dalam membuat aneka jajanan khas Jawa, aku pun tersenyum
dan mulai mencicipinya. Ketika ia mengetahui bahwa, aku bisa berbahasa Jawa, ia
pun kagum dan memulai kembali obrolan dengan bahasa Jawa. Ia pun penasaran mengapa
aku yang katanya dari “Maluku Utara” tetapi, dapat berbahasa Jawa? Aku pun
menjelaskan, mengapa aku bisa berbahasa Jawa secara baik. Sebelumnya aku terlahir di salah satu tempat tugas ayah
ketika akhir tahun 80-an. Di sana merupakan sebuah daerah transmigrasi yang
menghimpun orang-orang dari pulau Jawa yang mengikuti program transmigrasi pada
masa kepemimpinan Soeharto. Aku terlahir di tengah-tengah masyarakat Jawa yang
memilihara teguh budaya yang hingga kini mendarah daging dalam diriku.
***
Mentari siang yang mulai condong kea
rah barat, peluh ku mulai bercucuran, atmosfir gerah yang terasa begitu
meliputi tubuh ku, ahh rupanya aku perlu membersihkan tubuh, terutama wajah ku
yang mulai terasa berminyak dan bedak tabor yang digunakan telah menyatu dengan
keringat yang mulai menghambat sirkulasi pada pori-pori.
Smartphone
ku mulai berdering, tanda pemberitahuan sebuah panggilan yang berasal dari
seorang teman. Aku pun melihat layar ponsel yang tertera sebuah nama, Ahh ini
dia, teman diskusi yang seru-seruan kalo ketemu. Beberapa menit aku memulai
obrolan dengannya yang katanya baru tiba di Pare juga, lantas ia mengajak untuk
berdiskusi dengannya di sebuah kafe yang sekiranya dapat di nikmati bersama
kopi. Tepat sekali, aku merindukan sosok teman ngopi yang se-frekuensi sambil
berdiskusi. Aku dapat kembali waras.
Aku pun mulai berpamitan kepada Vero
dan keluarga, untuk kembali ke Camp
dan bersiap-siap menemui teman ku di salah satu kafe yang kami sepakati. Disana
telah di pilih sebuah kopi yang dapat memacu laju dopamin, sempurnalah diskusi
yang digelar dengan pilihan kopi terbaik yakni, V60 Gayo. Aroma yang lihai
menyeruak ke dalam esophagus, cita
rasa yang menggugah isi kepala, diskusi pun mengalir tanpa hambatan, pun jeda.
Sempurna pertemuan kami, karena kopi menjadi satu di antara banyak pilihan
teman diskusi.
Lansia yang sedang menjalankan aktivitasnya
Pare, 24 Januari 2022
0 comments