Gadis Kretek

Desember 13, 2023

 


 

Sebuah film yang di adaptasi dari novel sejarah yang mengangkat kisah industri kretek di kota M, karya Ratih Kumala. Aku lupa, tepatnya pada semester berapa aku membaca novel karya mba Ratih Kumala ini, yang berlatar di pulau jawa, aku merasa mengalir pada cerita di dalam film yang menggunakan beberapa dialok berbahasa jawa yang merupakan hal yang lugas, secara pribadi bagi ku karena, aku yang mana lebih mahir berbahasa jawa di bandingkan bahasa daerah kedua orang tua ku (Bugis dan Halteng), Serial Gadis Kretek digarap oleh dua sutradara sekaligus yakni Kamila Andini dan Ifa Isfansyah. Serial ini dibintangi oleh Dian Sastrowardoyo yang di-setting menggunakan waktu di dua zaman yang berbeda.

 

Kesan pertama membaca novel Gadis Kretek membuat ku terpana dengan alur dan gaya tulisan yang di sajikan olles Mba Ratih. Aku memikirkan bagaimana kelak bentuk film yang akan di adaptasi dari novel yang sebagus ini. Setelah lulus kuliah hingga bekerja, aku masih mengingat isi dari novel yang sempat membuat ku jatuh hati pada gaya penulisan dan isi yang tertata rapi dan saling berkesinambungan satu sama lain, dengan konflik dan plot yang di buat oleh mba Ratih membuat ku terhanyut di dalamnya. 

 

Setelah beberapa tahun membaca novel tersebut, akhirnya aku menemukan film yang di adaptasi dari novel ini. Awalnya aku berfikir pasti terdapat kesenjangan yang cukup jauh, seperti beberapa novel yang telah ku baca, seperti Perahu Kertas dan Bumi Manusia,  namun tidak dengan film yang satu ini, begitu memukau, cukup mengisi 80% imajinasi ku tentang kisah Gadis Kretek ini sejak dalam pikiran saat membaca novelnya. 

***

Pada awalnya, aku menemukan alur campuran, plot dan sudut pandang yang masih berdampingan, untuk keseluruhan film ini cukup mewakili beberapa ruang kosong imajinasi ku, walaupun pada beberapa part, ada yang berbeda, seperti sebab kematian Jeng Yah, penyelesaian asal mula saus kretek Jeng Yah yang di curi oleh Soeradja, namun ini masih dalam kategori yang cukup membuat penonton terhanyut dalam film yang di gambarkan pada dua zaman yang berbeda.

 

Dalam kisah film ini memperlihatkan wajah patriarki dalam masyarakat Indonesia kita telah lama mandarah daging, perempuan masih menjadi sub ordinat dalam pandangan masyarakat kita yang abusive untuk memahami kemampuan bahkan sekedar menghargai perempuan masih sangat dangkal. Perempuan yang tidak di dukung dalam mengembangkan bakat/kemampuan akan pengetahuan yang di ketahuinya sudah menjadi rahasia hal yang biasa bahkan di anggap wajar, hal ini terjadi pada Jeng Yah yang memiliki kemampuan meracik saus kretek yang jauh lebih baik dari laki-laki tetapi dianggap tidak mungkin dan perempuan dianggap bala petaka jika dapat memasuki ruang saus (rasanya menjadi asam) padahal jika kita melihat dari sudut pandang yang lebih luas, ini hanya bentuk ketakutan yang di poles dengan kata “pamali”, bahasa macam apa ini, seolah dosa hanya terlahir dari perempuan. 

 

Negara tercinta kita yang berjenis kelamin laki-laki ini, menyeru rasa kasihan terhadap Jeng Yah yang sulit mendapatkan jodoh, dan ketekunan dan kepandaian si Jeng Yang dianggap hanya penghalang jodoh, padahal setiap orang adalah tuan atas dirinya. Pilihan akan pernikahan yang merupakan ibadah terpanjang merupakan hal hanya diri sendirilah yang berhak menentukan, tetapi kepentingan keluarga selalu terselubung di dalamnya, alih alih orang tua lah yang paling tahu yang terbaik untuk anaknya. Pada mengetahui kemampuan anak sendiri saja masih jauh dari kata “masif”.

 

Kisah pertemuan si Jeng Yah dengan sosok Soeradja merupakan hal yang merupakan separuh dari kekosong hidup nya terisi, namun sejauh pertemuan tersebut ia hanya melihat lelaki ini dari satu sudut pandang, dan beberapa hal yang di tunjukan. Jeng Yah, tanpa dukungan sang ayah yang masih mengalir darah patriarki dan melihat Jeng Yah sebagai perempuan dengan kutukan hantu patriarki ini membuat ia harus akan validasi dan dukungan, di sini lah kekosongan itu akhirnya terisi oleh kehadiran sosok lelaki yang belum selesai menuntaskan ambisi dan rasa hausnya. 

 

Tanpa dukungan seorang ibu yang lebih nyaman dengan sikap feminimnya, membuat Jeng Yah merasa selalu di abaikan bahkan ibu biologisnya tak mendukungnya secara langsung, apa bedanya dengan orang di luar sana yang melihatnya sebagai perempuan yang patut di kasihani karena, belum memperoleh jodoh di usiany yang di anggap sudah sangat matang untuk di persunting. 

 

Ketegaran Jeng Yah membawanya pada perasaannya sendiri yang menyeretnya untuk tetap berada di atas rasa yang di sebut cinta. Apakah ini hal yang sepatutnya di perjuangkan? Ini hanyalah energi yang sia-sia pada akhirnya di porak-porandakan oleh keadaan. Menanggung kesukaran hidup yang tak tergantikan merupakan hati yang masih hidup namun redup. Jeng Yah yang percaya bahwa Soeradja tetap menginginkannya dengan memastikan pada hari pernikahan Purwanti dan lelaki yang masih kekal nama nya di hati kecil dan isi kepalanya, membuatnya akhirnya datang dan menemukan rokok dengan saus yang di buatnya, sakitnya bukang kepalang. 

 

Menyadari bahwa Soeradja memang menginginkan hidupnya saat itu bersama keluarga barunya, akhirnya Jeng Yah pun luluh di tangan lelaki yang pernah bertunangan denganya, kemudian ia putuskan untuk meninggalkannya. Namun saat ini ia kembali di terima sebagai suami, dengan status Jeng Yah pada saat itu yang merupakan Ex Tahanan.

 

Kehidupan yang sebelumnya di rencanakan oleh Soeradja dan Jeng Yah, akhirnya hanya menjadi impian dan kisah mereka hanyalah sejarah yang abadi pada ingatan masing-masing. Pada akhirnya semua hanya kisah yang tetap hidup di dalam hati dan kepala mereka hingga tau, bahkan hingga maut menjemput, Soeradja masih tetap terus mengigau bahkan meminta anak bungsunya mencari Jeng Yah, meminta maaf atas dosa yang tak dapat ia tebus bahkan hingga akhir hayatnya.

 

Tanjung Ulie, 13 Desember 2023





You Might Also Like

0 comments

Google+

Like us on Facebook

Popular Posts