Mendekap Alam Lebih Dekat
Agustus 02, 2021
TERNATE- Kota dengan seribu kenangan
sejarah masa lalu, yang selalu terngiang pada isi kepala para ibu dan bapak
kami, tentang bagaimana leluhur kita bertahan hidup diatas seribu goncangan
baik psikis, maupun fisik serta alam yang konon katanya melimpah akan hasil
alam khususnya, rempah. Negri yang kaya akan budaya dan alamnya namun, tidak
menjadikan mereka kaya di tanah sendiri. Isak tangis ibu pertiwi yang terlalu
akrab saat terbentang imperialisme dan sebangsanya. Kita adalah tuan rumah di
tanah kaya namun, kita miskin di negri sendiri.
***
Hari telah berjalan, sembari mentari
memancarkan sinar nya yang gemilang, aku pun bergegas menemui seorang
sahabatku, yang akrab ku sapa Indahken alias Indah Sari, indah bukan namanya?
Seindah parasnya, pada beberapa hal ia adalah sahabat dengan nominasi tertinggi
pada bidang akademik, ah sudahlah ini berkesan bagi mereka yang menggemari
dunia akademik. Untuk pertemuan hari, tidak antara aku dan indah. Sejak malam,
aku, Indah dan Pak Maulana yang masih akrab kami sapa “Pak” karena, usia dan
tentunya ia adalah guru bagi kami, yang sungguh menginspirasi, aku pun Indah
tak segan-segan untuk tetap menyapanya dengan sebutan tersebut, hehe.
Ketika jarum jam menunjukkan pukul
10:15 WIT, aku pun bergegas mengendarai sepeda motor ku melaju ke tempat dimana
kami berjanji untuk bertemu pagi ini. Ketika melewati kedai pilihan kami,
ternyata belum beroperasi, hingga akhirnya aku pun meneruskan perjalanan menuju
ke rumah si Indahken ini dengan maksud menjemputnya, seperti titah sebelumnya
pada ku melalui pesawat telepon.
***
Pertemuan kami berlangsung lebih
dari 5 jam namun, terasa begitu singkat. Aku pun menyadari betapa berharganya
pertemuanku hari ini dengan orang-orang hebat ini, pak Dedy, om Realistis, pak
Maulana dan Indah. Semua orang-orang yang ku labeli sebagai sahabat ini,
terlalu akrab dengan alam, apalagi pak Dedy dan om Realistis ini, yang menjadi
pemerhati lingkungan, terutama laut dan alam. Mereka adalah hadiah dari Tuhan,
untukku yang butuh ilmu yang diemban oleh orang-orang ini. Sungguh nikmat yang
luar biasa. Semoga silaturahmi dan kegiatan berbagi ilmu ini, terus berjalan
dan berkesinambungan.
***
Aku dan Indahken memasuki lingkungan pantai Kastela, kami
hendak bertemu pak Dedy dan rekan-rekannya di basecamp atau kantor di lokasi
yang di tunjukkan oleh pak Maulana, tempatnya di areal pantai Kastela. Tanpa
ragu, kami pun menelusuri jalanan yang penuh dengan pasir dan beberapa tumbuhan
khas pantai ini. Beberapa saat kami berjalan kaki, akhirnya terlihatlah
bangunan cantik yang terbalut kayu berwarna kecoklatan dan terpampang logo
serta tulisan “Dodoku Dive Center”.
Ketika dari kejauhan, aku memandangi
dua sosok yang duduk di halaman depan bangunan yang ku cari itu, dengan dua
cangkir yang tergeletak di atas meja dilengkapi dengan ceret yang berisi kopi,
mereka tampak berbincang tanpa ketegangan dan semua terlihat begitu alami. Aku
dan Indahken pun terus berjalan dan menghampiri dua sosok lelaki ini, dengan
senyuman khas dan tingkah yang ramah, kami pun memulai pembicaraan tentang
maksud kedatangan kami kesini. Akhirnya, kami pun mengetahui bahwa dua sosok
ini adalah orang yang di maksud oleh pak Maulana salah satunya yakni, pak Dedy
yang banyak ia ceritakan pada kami.
Ketika satu jam berlalu tanpa pak Maulana,
kami pun berkenalan, disamping itu, pembahasan pembuka dan beberapa hal terkait
laut dan alam pun mengalir, betapa kami saling mengagumi satu sama lain tentang
semua ilmu yang mulai diuraikan oleh pak Dedy, mulai dari bagaimana menjaga
kebersihan laut, mendaur ulang sampah, menjaga keamanan dan kenyamanan saat
menyelam yang disertai kepengetahuan yang berdasar serta merawat alam sebagai
bentuk ekspresi dari rasa cinta akan kelangsungan hidup tumbuh disekitar kita.
Beliau bertutur, bagaimana banyaknya
perkembangan duri babi yang warna hitam disekitar pantai, yang menandakan
kondisi laut sedang tidak baik-baik saja, dengan makin tercemar laut
sekitarnya, Bagaimana kondisi para penyelam sebelum menjumpai medan tanpa
diberi informasi tentang apa saja yang berada di sekitar tempat penyelamanan
disertai pengertian bahaya letak biota laut yang menjadi ancamanan sehingga
perlu adanya protect sedini mungkin.
Bagaimana
kondisi tempat penyelamanan disekitar kota Ternate, yang begitu akrab dengan
sampah yang mengelabuinya, terlampu sering diabaikan, hingga akhirnya dianggap
biasa, padahal berpotensi membinasakan. Apa kabar dengan akses tempat wisata
tanpa asuransi kesehatan minimal. Semua terbackup
dalam memori beliau dengan rapid an begitu terstruktur hingga akhirnya mengalir
dalam percakapan kami secara masif.
Setelah satu jam berlalu, pak
Maulana pun tiba dengan senyum dan gelak tawa renyah, dibalik masker yang
melindunginya dari bakteri dan virus. Dengan gembira kami pun menyambutnya
untungnya aku dan Indahken tidak menggelar tarian penjemputan akan detangan
beliau yang hendak bergabung bersama kami di bangku nyaman itu, hehe.
Ketika personil diskusi kami telah
lengkap, pembahasan kami pun semakin jauh. Menerjuni pengalaman masing-masing,
saling memberi masukan dan kenyataan yang masih kontroversi dengan beberapa
kenyataan yang justru merugikan rakyat. Seperti halnya beberapa tumbuhan yang
kemudian harus dibasmi padahal dapat menjadi pengakal rusaknya saluran air dan
mampu menahan sampah-sampah kiriman saat musim hujan tiba. Hal tersebut
akhirnya di berantas demi pembangunan yang tidak tepat seperti beton yang
diharapkan menjadi tameng saat hujan dapat menahan resapan air yang pahadal
justru merusak beton tersebut. Tidak hanya beton yang hancur, hati masyarakat
yang memandanginya pun hancur.
Bubu. Sebuah tanaman ramah
lingkungan yang mampu menjadi tameng pada pembentukan saluran air atau yang
sering disebut barangka, selain ramah
lingkungan, Bubu ini cukup dibudidayakan tanpa baiya perawatan yang mahal, apalagi
seharga beton yang berujung rusak tersebut. Selain Bubu ini, bamboo pun menjadi
akrab untuk masalah ini. Bambu yang menjadi rekomendasi pak Maulana sang Suhu
kami ini cukup menarik, beliau telah menyaksikan pengunaan bamboo sebagai
penangkal kerusakan atas pembentukan saluran air ini. Betapa hebatnya sang suhu
dapat menyaksikan langsung di Jepang.
Kami pun menjumpai tanaman Bubu ini
di halaman pak Dedy ini. Beliau membudidayakannya sebagai bentuk rasa peduli
akan Bubu yang sungguh berguna bagi lingkungan. Sebelumnya, aku jarang melihat
tanaman ini, mungkin karena, jauh dari orang-orang yang peduli akan
kelangsungan hidup tumbuhan dan alam, dan terlalu jauh dari alam. Tak hanya
Bubu, aku pun menjumpai Soa-soa layar yang begitu menakjubkan dengan corak khas
Maluku Utara, hijau kehitaman, dengan gayanya yang sedikit malu-malu dan tak di
jinakkan sebelumnya, sehingga ia akrab dengan alam.
Percakapan yang sungguh lama untuk
ukuran biasa, dan terasa singkat bagi kami yang terlalu akrab dengan kata
se-frekuensi ini. Ah, rasanya tak cukup. Mungkin hal seperti ini akan terus
berkesinambungan dengan beberapa hal yang kami canangkan dalam aksi kepedulian
dan kerjasama yang akan bermanfaat. Semoga tak ada kata akhir, untuk kami yang
terus belajar dan mau berbagi hal-hal yang kami temui.
***
Memandangi pantai, diselimuti angin
sepoi-sepoi. Menatap pepohonan sekitar pantai yang menyejukkan dan menjadi atap
dari terik matahari yang cukup membakar kulit, pohon sagu yang akhir-akhir
jarang ku temui, yang kaya karbohidrat dan rendah glukosa. Pasir yang lembut
saat menyentuh kulit, seolah berbisik bahwa, disini di tanah ini, ada sejuta
raga yang harus dibebaskan, yang harus di lindungi, yang harus terus di rawat.
Suara sang biota laut, tumbuhan dan reptile karena, kita merupakan suatu
kesatuan yang utuh, harusnya saling
menjaga bukan memusnahkan.
***
Tawa yang riang, dibawa lari oleh
angin, pikiran yang terus berpacu dengan pembahasan yang tak mau di selesaikan,
hendaknya ingin terus di nikmati, seruput teh berlomba-lomba memenuhi
tenggorokan, melaju ke lambung, tak lupa pula singkong goreng yang di sajikan
oleh om Realistis, telah mengisi perut kami. Sore yang indah, tanpa kata tapi,
semua mengalir bagai atmosfir yang memenuhi setiap sel pada aliran darah.
Tenang yang bertulang, riang yang menyejukkan, suara alam memanglah selalu
candu, kembali pada alam, hakikatnya kembali pada tempat dimana kita dilahirkan
untuk menjadi khalifah, menjaga bumi dan seisinya.
Bumi terlalu akrab dengan
penderitaan. Merintih akibat ulah manusia, murka akibat orang-orang yang tak
bertanggung jawab atas kerusakan yang diperbuatnya. Hanya ada tangan-tangan
tulus berjiwa ikhlas yang berusaha mendekap Bumi dengan niat terbaiknya.
0 comments