Mata yang Tiba-tiba Hangat

Mei 06, 2022




KEDIRI-Rinai hujan sore ini mengguyur kota dengan amat deras, tak terjangkau oleh telinga para pelanggan yang bersetia dengan bacaan dan sebagian sibuk dengan beberapa kebutuhan yang hendak di beli. Aku yang sedang sibuk memilah buku yang ku inginkan, dilemma antara beberapa buku lainnya atau ketiga buku yang telah berada dalam genggamanku. Ah, dasar manusia, tidak ada rasa puas dan minim dalam mensyukuri nikmat yang begitu belimpah di beri oleh Sang Maha Kuasa.

Ketika hendak berjalan menuju ke arah tempat kasir berada, dari kejauhan aku melihat si Miftah (temanku) telah berada pada antarian yang tidak begitu panjang, lumayan tidak sepanjang kereta api Tulungagung-Kediri, yang biasa ku gunakan. Aku dan Miftah saling melempar senyum. Seketika aku telah berada pada antrian di belakang Miftah. Aku menatap sekeliling ku, beberapa anak remaja bersama teman-temannya, orang dewasa dan juga orang tua sibuk dengan hal-hal yang belum kunjung di selesaikan. 

Ketika sedang berbincang dengan Miftah, pandanganku menangkap dua sosok anak remaja perempuan yang berdiri di hadapan kasir, sembari menunggu bill pembayaran buku dan alat tulis yang telah berada dalam genggaman masing-masing. Ketika bill di berikan oleh si Kasir, kedua anak tersebut berbincang sebentar dengan sang ayah yang berada tepat di sampingnya, dan sang ayah pun memberikan sejumlah uang tunai, untuk menyelesaikan transaksi benda-benda yang hendak di beli. Seketika aku terdiam, tak dapat berkata-kata dan terus saja menyaksikan ketiga orang tersebut. Ingatanku mulai kembali mengulik kisah masa kanak-kanak dan remaja ketika berbelanja buku ke toko buku favorit atau sekedar toko biasa yang penting banyak buku baru dan terutama aku dapat menghirup aroma wangi kertas yang menguak dengan sempurna ketika aku membuka halaman, demi halaman.

Miftah menatap ku dan bertanya dalam Bahasa Mandarin, apa yang terjadi denganku? Mengapa aku mematung di hadapan kedua anak remaja perempuan dan ayahnya? Rupanya Miftah menangkap gelagat ku yang mulai memutar kisah bersama ayah di masa lampau. Ia mencoba menahan sesak di dada, sembari berkata ia pun ingin berada di posisi yang sama seperti kedua anak perempuan tersebut. Bersama sang ayah, adalah mimpi kami yang takkan pernah terwujud selama di dunia. 

*** 

Aku dan Miftah memiliki nasib yang sama. Ayah Miftah meninggal ketika ia berusia 5 tahun, saat ia duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Ayah ku meninggalkan kami ketika aku berusia 15 tahun. Banyak kenangan yang selalu tersimpan rekat di dalam kepala, yang selalu ku panjatkan bersama doa-doa yang senantiasa ku langitkan. Decak  kagum kepada ayah hingga kini belum usai, mungkin takkan pernah usia, hingga ku menutup usia. Ayah selalu menjadi figur yang ku cintai, banyak hal yang ku pelajari dari ayah, sebagai guru pertama dan sosok ayah yang takkan pernah terganti di hati. Lelaki sederhana yang begitu sangat ku sayangi, setiap langkahnya ingin selalu ku membersamainya. Dalam banyak kesempatan, aku selalu mengikuti ayah ku, ketika berpergian. Walaupun ayah tak membelikan ku hadiah atau jajan layaknya anak-anak lain, aku tak mengapa, namun ayah lebih dari itu, ia selalu memenuhi semua kebutuhan dan hal yang ku inginkan, semua di usahakan menjadi cukup.

Aku yang sulit meneteskan air mata, menatap sayu perlakuan kasih sang ayah kepada kedua putrinya. Hangatnya mata ku mulai terasa. Aku ingin berkelana ke toko buku, dan melewati diskusi senja sembari meneguk kopi bersama ayah, seperti dahulu. Namun, tak lagi ada kesempatan itu. Waktu sering kali memukul mundur semua kenangan itu, hingga aku terus kembali memutarnya bagaikan video game. 

*** 

Patah hati terhebat, anak perempuan ketika kehilangan cinta pertamanya. Banyak hal yang membuatku marah dan sempat memaki ayah, ketika aku mengetahui kesalahan ayah akibat broken home. Namun, semua itu, tak lantas membuat ayah membenci ku. Ia selalu hadir dan tetap mengirim hadiah sebagai tanda ia masih peduli. Aku tak kuasa untuk terus bersikap dingin kepada ayah. Suatu ketika ia datang dan berjumpa dengan ku di sekolah, betapa bangga dan bahagianya aku, yang tak lagi se-atap dengan ayah namun, ayah masih  mengunjungiku di sekolah.

Ketika duduk di bangku SMP hingga SMA sebelum akhirnya ayah meninggal, aku masih gemar mengikuti ayah ke kantor ketika libur tiba, atau setiap pulang sekolah saat SMA, aku selalu mampir ke kantor ayah hingga menanti waktu pulang bersama ayah pada pukul 17:00 WIT. Mungkin bagi kebanyakan anak mengikuti sang ayah ke kantor dan beberapa kegiatan yang isinya orang tua semua, cenderung membosankan. Namun, tidak dengan ku. Aku gemar ikut ayah, siapapun teman kegiatannya, bukanlah masalah. Bersama ayah, itulah tujuan ku. 

Pada usia SMP-SMA, aku cenderung mengabaikan hal-hal yang menurutku tidak berguna. Seperti bertemu teman-teman dan membahas hal yang menurutku tidak berguna untuk di bahas, atau sekedar keluar rumah bermain ke rumah teman. Berada di kamar dan berlama-lama membaca buku jauh lebih menyenangkan, bagiku sejak SD aku sangat menyukai keadaan ini. Hingga mengikuti ayah kemana-mana tak pernah menjadi hal yang membosankan bagi ku. Menurut ku, buku adalah teman setia yang tak pernah berkhianat dan setia menemani ku. Aku selalu mengabaikan perkataan teman-teman sebaya ku, tentang aku ynag gemar mengikuti ayah kemanapun padahal aku telah menginjak usia remaja. Omong kosong seperti itu tak pernah ku abaikan, hingga akhirnya aku di labeli anak sombong dan jutek. Selain jarang bicara dan menanggapi omongan mereka, aku di beri label anak manja. Haha, aku tak peduli sama sekali. Rayakanlah omong kosong kalian dengan khidmat agar terkudus omongan kalian. 

*** 

Hingga kini, bayangan ayah terus hadir dalam ingatan yang lekat akan kebersamaan kita. Entah sampai kapan, aku bisa mengurangi rindu dan rasa ingin mendekap ayah seperti masa remaja dahulu. Tak banyak yang ku ucapkan pada ayah, diskusi yang berisi tentang; politik, ekonomi, wawasan kebangsaan, Bahasa dan sastra banyak menutup Bahasa cinta ku padanya. Aku yang begitu menyayanginya, namun tak banyak Bahasa cinta yang ku lontarkan dari bibir ini, melainkan menulis surat, dan diam-diam ku selipkan dalam tas kerja ayah, yang mana akan ia temukan ketika membuka leptop kerja miliknya. Ia akan tersenyum girang dan langsung menelfon atau mengirim pesan bahwa, ia telah menerima surat cinta ku, aku yang berpura-pura biasa saja, di dalam hati tersipu malu dan ayah mulai mengoreksi penulisanku. Mulai dari gaya penulisan, titik, koma dan kata sambung. Maklumlah ayah ku dahulu ketika berprofesi sebagai guru, ia mengajar Bahasa Indonesia juga selain Matematika dan sekawanannya.

Ruang yang takkan cukup bila harus ku tuliskan semua kerinduan ini, aku masih tak kuasa melihat sosok anak perempuan yang masih dapat bersama sang ayah, apalagi di temani berbelanja buku di toko buku. Menurut ku, ini adalah part paling romantis, serta hal yang selalu ku nanti dahulu. Aku selalu merayakan kemenangan meraih juara bersama ayah, makan masakan ayah, di ajak berbelanja buku dengan ayah, di beri hadiah-hadiah oleh ayah yang tak ku sangka-sangka.

Aah, ayah. Aku begitu merindukan ayah.

 

Kediri, 06 Mei 2022

 

 

You Might Also Like

1 comments

  1. Betting on the supplier is greatest option|the best choice|the best suited choice}, but wins are charged a 5% fee. Based on the NGCC’s 2009 report, Korea’s price of playing habit is 6.1 p.c of the whole population, about 3,000,000, people. This price is up to as} triple that of advanced international locations corresponding to the U.S., Australia, and Canada. A lot of this has to do with reality that|the truth that} South Korea’s corporations all deal with international shoppers and companions, thus making it essential to make use of VPNs to safe information and visit websites which may otherwise be banned. The remote server decrypts these requests and attaches them to an IP address from the company the server is positioned in. The authorities then has provisions for precisely one 바카라사이트 on line casino for Korean citizens, 16 for vacationers, and playing on sports from motorboat racing to cycle racing to conventional bullfighting, along with 4 lotteries.

    BalasHapus

Google+

Like us on Facebook

Popular Posts