Senandika
Januari 01, 2022
Sisa hujan di bulan Desember masih
terasa hingga awal Januari ini. Mengawali tahun yang penuh harapan dan resolusi
baru, memilih untuk menutup semua harapan di tahun lalu, bukan perkara tak
ingin, namun waktu telah menjadi hakim atas segala kesempatan yang tak mungkin
lagi kembali. Ada rasa yang harus di tarik paksa, air mata yang mesti di tahan
dan isak tangis yang di pendam sendiri, semua kini harus berakhir untuk yakin,
bahwa tetap tagar hingga hari ini, bukan perkara mudah, tak semua orang dapat
melewatinya.
***
Pagi ini udara sedang berada pada
suhu di bawah rata-rata, aku yang semula terbangun pada pukul 05:00 WIB,
memilih kembali terlelap. Bukan perkara malas, selain tidak melaksanakan
ibadah, aku pun telah membaca pesan singkat dari para teman yang mana kita
memiliki janji untuk merayakan tahun baru di Kediri bersama, di batalkan,
karena masalah teknis. Beberapa saat kemudian, aku kembali terbangun oleh
panggilan suara yang mengakibatkan dering ponsel ku tak berhenti dalam beberapa
detik, yah ini adalah panggilan suara yang berasal dari si Miftah, sahabat
sekelas ku.
Sore ini cuaca sedang tidak
baik-baik saja, langit terlihat lebih redup diantara awan yang sebelumnya
mengembang, aku bersama empat teman mulai mengayuh sepeda menuju sebuah
Swalayan, di sana biasanya kami membeli kebutuhan primer kami. Jalanan masih
dipenuhi riuh kendaraan yang saling berebutan diantara lampu lalu lintas.
Dengan penuh kehati-hatian, kami mengayuh sepeda dengan kecepatan rata-rata.
Ketika memasuki arena parkir, kami
pun berjejer memarkir sepeda, melangkah pasti memasuki pintu masuk Swalayan
Dinasti. Udara di dalam ruang ini membuat rasa letih kami, sedikit berkurang,
menyibakkan rasa gerah dengan beberapa minuman kemasan yang teratur rapi di
dalam kulkas, tanpa aba-aba, beberapa dari kami, telah meraih dengan sigap.
Tanpa berlama-lama, kami pun
memiliki beberapa tangkapan layar kebersamaan kami. Aku pun telah lupa kapan
terakhir mengambil gambar bersama orang-orang terdekat saat bersama seperti
ini. Bukan karena terlalu lama memilih sendiri dan akhirnya lupa, jejak langkah
yang kadang membuatku ringkih, rasa yang tak hanya memiliki satu jenis,
akhirnya terpaut pada lembaran yang bernama kenangan. Semua terasa begitu cepat,
hingga aku tak tahu caranya memberi nama setiap kenangan itu. Orang-orang yang
begitu ku cintai, kini telah jauh dari pelukan ku, tak lagi dapat ku genggam
jemari mungilnya. Ahh, rasanya aku ingin kembali ke kota itu, sembari memeluk
dan mengucapkan trimakasih, karena membuatku menjadi bagian dari cinta yang
mereka ciptakan.
Rintik hujan kembali memenuhi seisi
Pare, aku masih terkesima menatap bulir-bulir yang terjatuh cepat. Isi kepala k
uterus berputar, mencari-cari mereka yang disebut cinta, telapak tangan mereka
yang pernah berada dalam genggamanku, bahu yang pernah berada dalam dekapanku,
aroma parfum yang pernah memenuhi penciumanku. Ahh, rasanya 2022 terlalu cepat
untuk ku yang begitu perasa.
Aku tak pernah tahu, kapan aku akan
berpisah dengan mereka yang ku sebut
cinta. Aku tak pernah tahu, sampai kapan aku memilih berada di sisi mereka yang
ku sebut sebagai cinta, namun satu yang selalu ku yakini, bahwa mereka akan
hidup dalam isi kepala ku, mereka akan selalu ku peluk dalam imaji ku, pun tak
pernah menjadi yang terlupakan.
Beberapa dari mereka yang ku temui
di 2021, memilih tinggal di sisi ku. Beberapa dari mereka, kerap mengirim
kabar, kasih dan cinta. Aku bersyukur memiliki mereka, yang mencintai ku tanpa
syarat, pun tak pernah meminta ku berubah menjadi apa yang mereka harapkan.
Semoga di tahun ini, tak banyak luka
yang harus tercipta. Jika banyak doa yang harus tertunda, semoga aku adalah
umat yang selalu percaya bahwa rencana-Nya jauh lebih baik dari prasangka ku.
Aamiin.
Pare, 01 Januari 2022
0 comments