Pertemuan Dalam Rengkuhan Bumi

Desember 20, 2021

 

dok pribadi/Nia
Kedai Jumjum

            Ini adalah tentang kisahku, yang kembali menjadi anak kost, setelah menyelesaikan studi S1 ku di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU). Aku memutuskan untuk mendalami bahasa asing yakni, bahasa Mandarin di sebuah lembaga yaitu Beijing Institut Pare, yang terletak di jalan Anyelir no. 49 A, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

            Ketika hendak ke Pare, banyak teman dekat yang telah lama mengenal ku, bahkan yang akrab secara virtual dan belum pernah bertemu sebelumnya, mengutarakan untuk bertemu kelak di Pare. Setelah satu pekan hendak berlalu, seorang teman lama yang pernah ku kenal melalui sebuah kelas online, bahkan bersama menulis buku Antologi dalam satu program yakni, 30 DWC  (30 Days Writing Challenge) Batch 16, akhirnya memulai komunikasi denganku, aku pun teringat, beliau rupanya berada di Jawa Timur. Kami pun kembali bertukar kabar, dan membahas beberapa project buku yang sedang kami ikuti bersama.

***

            Waktu telah menunjukkan pukul 07:57 WIB, smartphone ku memiliki notif yang tak lain dari seorang teman yakni, Mas Rizki. Hari ini adalah hari dimana ia berkantor di Pare, kami pun berjanji untuk bertemu dan berbagi cerita seputar kehidupan yang sedang kami geluti, pun merayakan pertemuan perdana kami, hehe.

            Akhirnya, pada pukul 09:58 WIB, kami pun bertemu, di depan Markas Besar Beijing Institut Pare. Pada hari ini juga, kami bukan lagi teman zona virtual, hehe. Siturahmi yang terbangun sejak 2018, akhirnya menemui temu. Seharusnya pertemuan ini akan lengkap, bila ada mba Ramie, yang merupakan salah seorang teman dekat kami. Mba Ramie berdomisili di Jakarta, dan telah berkeluarga, pun memiliki semangat literasi yang tak kalah hebatnya dari kami berdua yang masih baru kemarin, hehe. Semoga pada pertemuan selanjutnya, mba Ramie dapat membersamai kami.

            Dahulu, sewaktu mengikuti kelas DWC, aku, Mas Rizki dan Mba Ramie berbeda squad atau kelompok namun, keakraban kami mulai terbangun, pada sesi sharing dan komentar tulisan sesama angkatan penulis ini. Mereka adalah penulis yang ulung namun, rendah hati, baik etika dan bahasanya dalam memberikan komentar dan saran, akhirnya kami merasa bahwa, rupanya kami se-frekuensi untuk hal-hal tersebut. Hingga saat ini, aku masih bersama Mas Rezki dalam project menulis buku Antologi di komunitas menulis lainnya.

            Mungkin kami belum pernah bertemu sebelumnya, pun berbincang-bincang lebih secara langsung, maupun secara pribadi, mengingat Mba Ramie yang memiliki keluarga dan usahanya, Mas Rizki yang saat itu sedang kuliah sambil kerja di Malaysia, dan aku yang sedang sibuk-sibuknya menjadi mahasiswa dengan segala kesibukan yang menyita waktu ku. Namun, silaturahmi dan bertukar kabar dengan hangat masih terbangun di antara kami. Masih menjalin silaturahmi dan saling beersinergi hingga saat ini, merupakan suatu rezeki dari Tuhan yang selalu aku syukuri.

***

            Aku dan Mas Rezki memilih untuk ngobrol santai di suatu kedai yang cukup asri, “Jumjum” nama kedai tersebut, agak jauh dari tempat kursus ku. Di sini, ternyata menjual aneka Thaitea. Aku pun menjadi tahu bahwa, Mas Rezki memiliki ketertarikan lebih terhadap Thaitea, rupanya ini salah satu kedai favoritnya.

            Tak hanya bertukar cerita seputar pengalaman kami ketika terjun ke dunia kepenulisan namun, terlebih segala proses yang kami lalui, hingga membentuk kami seperti saat ini. Mas Rezki mulai menceritakan awal hijrahnya ke Malaysia, memilih melanjutkan study di negri rantau, memilih menjadi anak mandiri sejak menempuh pendidikan S1 di Malaysia, dengan tidak menjadi beban keluarga, aku pun terkesima sekaligus kagum dengan pendirian dan idealismenya. Hingga saat ini, aku masih mendapat biaya hidup dari Ibu ku, sebagai orang tua tunggal, tentunya banyak ekspektasinya yang harus ku tanggung.

            Aku dan Mas Rezki pun akhirnya membedah tentang kisah kami berproses di 30 DWC dahulu, di sana, kami mendapatkan ilmu-ilmu baru, teman dan pengalaman baru, sekalipun hal tersebut virtual, namun banyak menfaat yang kami dapatkan, pun benefit yang tak kalah mengibarkan kembali semangat kami untuk terus menulis.

            Kini, aku dan Mas Rezki masih istiqomah untuk tetap hidup dalam dunia literasi, saling menguatkan, mensuport dan terus berbagi, kami pun kembali menelisik hal-hal yang membuat kami kerap melanjutkan project buku Antologi yang akan terbit pada Januari kelak. Pada akhirnya, tulisan kami masih terbit bersama dalam buku Antologi.

            Perkenalan yang dimulai sejak 2018, komunikasi yang tidak terlalu intens namun, bermakna terus mengalir, dan akhirnya kami saling bertemu, tak lagi sebatas teman di dunia maya, semua terasa lebih hidup, terimakasih Tuhan, kami masih di beri nafas dan kesempatan untuk bertemu di hari yang baik ini.

 

Pare, 20 Desember 2021

You Might Also Like

0 comments

Google+

Like us on Facebook

Popular Posts