Tari Padduppa

Mei 17, 2020



dok pribadi/Nia

                                                            

            Pada tahun kedua kuliahku, aku kembali mulai belajar menari dan tampil pada beberapa acara penting di sebuah organisasi kerukunan dari suku kami. Pada awal berkuliah di kota Ternate, aku memutuskan untuk bergabung pada sebuah organisasi kemahasiswaan yang di khususkan bagi pelajar/mahasiswa yang berasal dari Sulawesi Selatan. Aku tertarik untuk bergabung bukan hany karena ingin menambah teman yang berasal dari daerah yang sama dengan ibu ku(Sulawesi Selatan) namun, aku ingin mempelajari lebih banyak tentang sastra dan budaya dari suku Bugis itu sendiri. IKAMI SULSEL (Ikatan Kekeluargaan Pelajar/Mahasiswa Indonesia, Sulawesi Selatan) adalah salah satu organisasi pertama yang ku pilih, ketika awal menjadi mahasiswa baru di kota Ternate.

            Pada suatu waktu, kami dituntut untuk bisa menarikan beberapa tarian, spontan aku pun kaget dan merasa tak siap awalnya. Bagaimana tidak? Setelah lulus SMP aku tak pernah lagi menari, bahkan untuk kembali mencobanya pun enggan, sebab aku merasa begitu kaku badanku, ketika memperagakkan beberapa gerakan tari. Hingga akhirnya, seorang temanku meminta untuk mencobanya. Perlahan-lahan aku mencoba tarian-tarian tersebut. Mulai dari gerakan tangan, kaki hingga beberapa gerakan yang diimbangi tangan dan kaki. Bukan hal yang mustahil untuk dilakukan akhirnya, aku pun dapat memperagakannya dengan cukup baik.

            Setelah mempelajari tarian tersebut, aku bersama teman-teman lainnya membentuk group tari, yang dibagi ke dalam dua tim. Aku dipilih masuk ke dalam tim tari Paduppa, dan tim kedua adalah tim tari Mappadendang. Walaupun tari Paduppa terkesan lebih sulit dari tari Mappadendang, aku lebih mengagumi tari tersebut. Mungkin karena, aku terkesan, mulai pusing ketika berputar-putar, seperti pada gerakan tari Mappadendang, bisa dicek yah teman-teman, gerakan tari Mappadendang itu seperti apa, dan yang ku maksudkan berputar-putar itu seperti apa Hehe.

            Setelah melalui beberapa kali latihan, badanku pun terasa letih yang tak biasa sebab, telah cukup lama tak melakukan gerakan-gerakan tari, yang mengajak kerjasama antar bagian tubuh, tak heran, jika saat melakukan gerakan tari kembali tubuhku seolah sakit dan tersiksa dibuatku. Aku pun rutin melakukan beberapa gerakan  yang belum terlalu ku hafal. Entah di tempat tinggalku maupun diruang kelas, ketika tak ada dosen, Hehe.

            Setelah aku cukup hafal dengan gerakan-gerakan tersebut, hari penetuan pun tiba, dan kami akan menampilkan tarian tersebut pada acara pelantikan gabungan, antara KKSS wilayah, IKAMI dan IWSS Wilayah, jika KKSS adalah Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan, maka IWSS adalah Ikatan Wanita Sulawesi Selatan. Pada malam tersebut, aku sedikit merasa cemas dan takut melakukan kesalahan sebab, ini kali pertama aku menampilkan tarian dari suku Bugis.

            Pada malam yang dipenuhi berbagai pencahayaan lampu pada gedung Duafa Center, dengan ratusan mata yang tertuju pada kami, aku berusaha mengontrol rasa cemas, dan keringat yang sesekali ku rasa mulai berguguran. Kami cukup menarik perhatian dengan busana yang kami kenakan, dengan warna yang glamour nan elegan, aksesoris yang memenuhi tangan dan kepala kami, jarang ditemuka di kota ini. Sebab, tari tersebut jarang sekali di tampilkan pada kota ini, hingga akhirnya, kami menjadi satu-satunya yang paling menarik diantara ratusan undangan yang menghadiri acar pelantikan tersebut.


dok pribadi/Nia

            Tarian ini memiliki nilai dan makna tersendiri pada masyarakat Sulawesi Selatan hingga saat ini, setelah beribu tahun yang lalu, nenek moyang kami menarikan tarian ini dengan nilai-nilai leluhur dan symbol dari setiap gerakan tari, hingga makna dibalik tarian ini.Oleh karena, itu            setiap gerakan pada tarian ini begitu sacral dan perlu penjiwaan yang baik. Tak lupa pula, senyuman yang bubuhi ketika sedang bernari itu perlu.

            Adapun sejarah dari tari Paduppa itu sendiri, Tari Paduppa, adalah tarian untuk menyambut tamu terhormat. Dahulu, ditarikan pada setiap acara penting untuk menjamu Raja, dengan suguhan kue-kue sebanyak 2 kasera. Juga ditarikan saat menyambut tamu agung, pesta kebiasaan serta pesta perkawinan. Tarian ini mengambarkan bahwa orang Bugis (dahulu khususnya Kerajaan Bone), bila kehadiran tamu selalu menyajikan bosara.

Menyebut bosara, sesungguhnya meliputi satu kesatuan utuh yang terbagi dalam piring, yang di atasnya diberi alas kain rajutan dari wol, lalu ditempatkan piring di atasnya juga sebagai tempat kue dan tutup bosara. Adapun kue-kue yang umumnya disajikan memakai bosara, merupakan kue-kue tradisional, baik kue basah atau kue kering. Kue basah semisal cucur, bolu peca’, brongko, biji nangka, kue lapis, kue sala’ dan lain-lain, yang biasanya terbuat dari tepung beras.

Sedang kue-kue tradisional yang kering, yaitu baruasa, cucur ma’dingki’, bannang-bannang, umba-umba, kue se’ro-se’ro, roko’roko' unti serta beragam jenis putu seperti putu cangkiri, putu labu, serta putu mayang. Kue-kue itu biasanya di sajikan pada acara-acara kebiasaan maupun pesta pengantin, yang tetap tradisional.

Tiap pesta pernikahan adat Bugis-Makassar, sangatlah lekat dengan bosara, bahkan juga ini mentradisi sampai saat ini. Seiring perubahan zaman, warna tutup bosara kini lebih bervariasi, tidak sekedar warna mencolok namun juga warna emas, perak, atau pastel. Meski bervariasi, fungsi bosara tetap sakral.

 

Tari dalam bahasa Bugis, disebut 'kedo sumange'. Tari Paduppa, ditarikan oleh para gadis-gadis cantik yang berjumlah ganjil. Musik yang digunakan juga tentunya musik khas Sulawesi Selatan, dengan alat musik khas gendang, pui-pui, suling, serta kecapi. Pakaian yang digunakan adalah Baju Bodo (pakaian adat bugis), sarung sutra, lengkap dengan aksesorisnya (bando bunga, anting, gelang serta kalung).

Ketika menarikan tarian, penari membawa bosara, diisi beras, buah pinang, daun sirih serta lilin dibagian tengahnya (kesan sakral sangat terasa).

Untuk make-up, tidaklah minimalis, tapi menggunakan make-up panggung dengan warna-warna khas etnik. Untuk gerakan, hampir keseluruhan gerakan dalam tarian ini adalah gerakan penghormatan dipadukan dengan gerakan menyebar beras (isi dari bosara), sebagai tanda penghormatan dan doa kepada para tamu.

 


You Might Also Like

1 comments

Google+

Like us on Facebook

Popular Posts